Internetan bisa bikin remaja cepat depresi
Sebenarnya, menghabiskan banyak waktu untuk terkoneksi dengan internet adalah perilaku normal untuk remaja. Tapi bila remaja terlalu banyak menggunakan internet - atau terlalu sedikit - dapat terkait dengan depresi, demikian hasil sebuah studi terbaru.
Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics ini tidak berarti menyalahkan internet sebagai biang keladi depresi. Pasalnya, remaja dalam studi ini yang tak punya waktu untuk online juga mengalami peningkatan risiko gejala depresi.
Menurut para peneliti, menggunakan banyak waktu untuk internetan dan jarang online dapat berfungsi sebagai sinyal bahwa seorang remaja sedang dalam kesulitan.
Untuk studi ini, Dr. Pierre-Andre Michaud dan koleganya di University of Lausanne, Swiss, melakukan survei terhadap 7.200 orang yang berusia 16 hingga 20 tahun mengenai penggunaan internet mereka.
Mereka yang menghabiskan waktu lebih dari dua jam online per hari dianggap sebagai pengguna internet 'berat', sementara mereka yang online dari mana saja beberapa kali sepekan sampai dua jam per hari dianggap sebagai pengguna 'biasa'.
Para remaja juga menjawab sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk beberapa pertanyaan standar tentang "kecenderungan depresif" yang mengukur seberapa sering seseorang merasa sedih atau putus asa.
Dibandingkan dengan pengguna internet biasa, studi ini menemukan bahwa anak-anak yang merupakan pengguna berat atau non-pengguna memiliki kemungkinan lebih besar untuk depresi atau sangat depresi.
Di antara remaja laki-laki, mereka yang pengguna berat dan non-pengguna internet sekitar sepertiga lebih mungkin memiliki skor depresi tinggi, dibandingkan dengan pengguna biasa. Sedangkan antara gadis-gadis, pengguna internet berat memiliki peluang 86 persen lebih besar mengalami depresi, sedangkan non-pengguna memiliki kemungkinan 46 persen lebih besar dibandingkan dengan pengguna biasa.
Kurang Tidur Penyebab Remaja Depresi
REMAJA yang tidur selepas tengah malam 24% lebih berpotensi mengalami depresi ketimbang yang terlelap sebelum pukul 22.00. Hal itu terungkap dalam studi yang diadakan para peneliti dari Columbia University Medical Center, New York, AS.
Tim yang dipimpin Dr James Gangwisch mempelajari data yang dikumpulkan pada 1990-an dari 15.500 remaja berusia 12-18 tahun. Mereka menemukan satu dari 15 remaja dalam studi ini menderita depresi. Selain berisiko lebih tinggi menderita depresi, remaja yang tidur setelah tengah malam 20% lebih
berpeluang berpikir mengenai bunuh diri ketimbang yang memejamkan mata pada pukul 22.00 atau lebih awal.
Mereka yang tidur kurang dari 5 jam per malam diyakini berisiko 48% lebih besar berpikir mengenai bunuh diri daripada yang beristirahat 8 jam. Remaja yang mengatakan biasanya tidur cukup berpotensi 65% lebih rendah mengalami depresi.
Gangwisch mengatakan kurang tidur bisa berpengaruh terhadap respons emosional otak dan mengakibatkan suasana hati yang tidak menentu yang menghambat kemampuan mengatasi stres harian. "Karena itu, tidur berkualitas yang mencukupi menjadi suatu langkah pencegahan dan penanganan depresi," kata Gangwisch.
Gejala-gejala Depresi Pada Remaja
Anda dapat mengetahui apakah anak Anda mengalami depresi atau tidak maka Anda perlu mengetahui gejala-gejala depresi pada remaja. Bagaimana gejala-gejala depresi yang dialami remaja? Menurut DSM-IV-TR, ada beberapa gejala-gejala depresi pada remaja, yaitu:
1. Kehilangan minat dan kegembiraan pada hampir semua aktivitas dan hal ini hampir terjadi setiap hari.
2. Berat badan mengalami penurunan drastis, padahal tidak sedang melalukan diet. Atau justru mengalami peningkatan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan. Atau mengalami penurunan atau justru peningkatan nasfu makan hampir setiap hari.
3. Mengalami insomnia (kesulitan tidur) atau hipersomnia (suka tidur atau lebih banyak tidur) hampir setiap hari.
4. Mengalami penurunan minat dalam melakukan aktivitas yang terjadi hampir setiap hari dan kehilangan energi hampir setiap hari.
5. Merasa dirinya tidak berharga atau merasa bersalah yang berlebihan.
6. Kehilangan kemampuan untuk berpikir dan berkonsentrasi.
7. Munculnya perasaan sedih hampir setiap hari.
8. Munculnya pikiran-pikiran tentang kematian, ide bunuh diri yang berulang tanpa rencana, atau adanya usaha percobaan bunuh diri, atau adanya rencana spesifik untuk bunuh diri.
Dengan demikian, remaja yang mengalami depresi akan cenderung mengalami insomnia atau cenderung lebih banyak tidur, mengalami gangguan nafsu makan, muncul ide bunuh diri, mengalami gangguan fungsi sosial, lebih mudah tersinggung, mengalami kesulitan untuk mengekspresikan emosinya, dll.
Solusi Untuk Mengatasi Depresi
Depresi pada remaja harus segera ditangani karena kalau berkepanjangan, dapat mengakibatkan bunuh diri yang berujung pada kematian. Makin lama seseorang mengalami depresi, makin lemah daya tahan mentalnya, makin habis energynya, makin habis semangatnya, makin terdistorsi pola pikirnya sehingga dia tidak bisa melihat alternative solusi, tidak bisa melihat ke depan, tidak menemukan harapan, tidak bisa berpikir positif. Ini menyebabkan remaja melihat bahwa bunuh diri menjadi solusi satu-satunya.
Depresi akan lebih baik ditangani dengan psikoterapi karena dengan psikoterapi, remaja dibantu untuk menemukan akar permasalahannya dan melihat potret diri secara lebih obyektif. Psikoterapi ditujukan untuk membangun pola pikir yang obyektif dan positif, rasional dan membangun strategi / mekanisme adaptasi yang sehat dalam menghadapi masalah. Perlu diingat bahwa keterbukaan remaja untuk mengemukakan masalah yang sedang dihadapinya akan membantu proses penyembuhan dirinya. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi pada remaja, yaitu:
1. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif dalam memandang diri dan masa depan sehingga akan memunculkan suatu kekuatan dari dalam dirinya bahwa dirinya mampu untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Psychodinamic Psychotherapy
Psychodinamic Psychotherapy digunakan untuk membantu remaja memahami, mengidentifikasi perasaan, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi konflik yang sedang dialami.
3. Interpersonal Psychoterapy
Interpersonal Psychoterapy digunakan untuk mengatasi depresi yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kesedihan atau trauma, kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.
4. Terapi Suportif
Terapi suportif digunakan untuk mengurangi taraf depresi.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan terapi seperti usia remaja saat awal mengalami depresi, beratnya depresi, motivasi, kualitas terapi, dukungan orangtua, kondisi keluarga (apakah orangtua juga menderita depresi atau tidak, ada atau tidak konflik dengan keluarga, kehidupan yang penuh stres atau tidak, dsb). Selain itu, juga diperlukan terapi keluarga untuk mendukung kesembuhan remaja penderita depresi. Mengapa? Karena dalam terapi keluarga, keluarga remaja yang depresi ikut mendiskusikan bagaimana cara yang terbaik untuk mengurangi sikap saling menyalahkan, orangtua remaja juga diberi tahu seluk beluk kondisi anaknya yang depresi sehingga diharapkan orangtua dan anggota keluarganya akan membantu dalam mengidentifikasi gejala-gejala depresi anaknya dan menciptakan hubungan yang lebih sehat.
sumber:
Go4HealthyLife.com
http://www.e-psikologi.com
http://www.adandu.com
Senin, 11 April 2011
-remaja dan depresi-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar