Kamis, 05 Mei 2011
lemak dan minyak
Hampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama yang berasal dari hewan. Lemak dalam jaringan hewan terdapat pada jaringan adiposa. Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak dan kemudian kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak (Winarno, 2004).
Lemak merupakan senyawa yang larut dalam air yang dapat dipisahkan dari sel dan jaringan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik yang relatif non polar, misalnya dietil eter atau kloroform. Oleh sebab itu, senyawa ini dibagi menurut sifat fisiknya yaitu senyawa yang larut dalam pelarut non polar dan yang tidak larut dalam air dan tidak dibagi menurut strukturnya. Meskipun struktur lemak bermacam-macam, semua lemak mempunyai sifat struktur yang spesifik, yaitu mempunyai gugusan hidrokarbon hidrofob yang banyak sekali dan hany sedikit, jika ada, gugusan hidrokarbon hidrofil. Hal ini menggambarkan sifat struktur lemak yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut non polar. Perbedaan lemak dan minyak adalah pada sifat fisiknya. Pada temperatur kamar, lemak bersifat padat dan minyak bersifat cair. Suatu kekecualian adalah minyak nabati yaitu minyak kelapa, yang mencair pada temperatur 21-25ºC, hampir sama dengan temperatur kamar di daerah beriklim dingin dan di bawah temperatur kamar di daerah tropis. Lemak dan minyak pada umumnya merupakan trigliserida yang tidak homogen dengan beberapa kekecualian. Oleh sebab itu kebanyakan trigliserida mengandung dua atau tiga asam lemak yang berbeda, misalnya satu asam palmitat, satu asam stearat dan satu asam oleat sebagai esternya. Golongan asam lemak yang spesifik yang ada dalam trigliserida tergantung pada jenis spesies dan kondisi lainnya (Fessenden dan Fessenden, 1994).
Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida, yang pada umumnya mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air. Pada umumnya untuk pengertian sehari-hari lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, sedang minyak dalam bentuk cair dalam suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida. Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. Minyak merupakan
bahan cair diantaranya disebabkan karena rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah. Lemak banyak digunakan dalam pembuatan roti atau kue dengan tujuan membantu mengempukkan produk akhir. Lemak yang bersifat demikian dikenal dengan istilah shortening. Disebut demikian karena dengan adanya lemak yang tidak larut dalam air itu, maka terbentuknya massa serabut-serabut gluten dari gandum yang padat dapat dihalangi (Winarno, 2004).
Adapun sifat fisika dari lemak adalah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari pelarut organik misalnya eter, aseton, kloroform, benzena, yang sering disebut juga pelarut lemak; (2) ada hubungan dengan asam-asam lemak atau esternya; (3) mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup. Jadi berdasarkan sifat fisika tadi, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan alkohol panas, eter atau pelarut lemak yang lain. Macam-macam senyawa serta kuantitasnya yang diperoleh melalui ekstraksi itu sangat tergantung pada bahan alam sumber lipid yang digunakan. Jaringan bawah kulit disekitar perut, ginjal mengandung banyak lipid terutama lemak kira-kira 90% (Poedjiadi, 1994).
Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi, dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketengikan lemak (Poedjiadi, 1994).
Beberapa proses ekstraksi minyak tumbuhan adalah sebagai berikut (Iskandar, 2005) :
-cold pressed : metode mekanis dengan panas kurang dari27-32oC dengan memproses bahan dasar sekaligus dalam jumlah besar. Suhu yang rendah memungkinkan minyak mempertahankan keadaan alaminya.
-expeller pressed :ekstraksi mekanik yang alamiah dengan panas sekitar49-93oC yang diproduksi oleh tekanan hidrolis.
-refined : minyak yang telah diproses sempurna di mana panas yang digunakan dalam proses ekstraksi mencapai 232oC, kemudian didinginkan sampai -23oC, deodorisasi (proses penghilangan bau alami yang berasal dari bahan dasar) dan proses-proses pemurnian lain yang mengubah warna, bau dan kedalaman rasa alami minyak tersebut. Minyak yang diperoleh dengan cara ini sangatlah mudah digunakan untuk berbagai keperluan.
-unrefined : proses ekstraksi mekanis yang digabung dengan penyaringan. Minyak yang diperoleh dengan cara ini adalah minyak tumbuhan murni yang warnanya lebih gelap dan baunya lebih kuat daripada minyak yang diperoleh dengan proses lain.
-solvent extracted : Pemurnian minyak dapat juga dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan solvent (pelarut organik), medium ekstraktor atau zat-zat kimia lainnya. Pengekstraksian minyak kimiawi merupakan cara yang paling ekonomis karena membutuhkan sedikit biaya dengan hasil yang banyak. Hanya saja bahan-bahan kimia yang digunakan dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan dan mencemari lingkungan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar