Halaman

Kamis, 07 April 2011

-.-Enzim-.-

Enzim merupakan protein yang disintesis secara spesifik melalui proses biologi dengan bantuan katalis tanpa mengubah keseimbangan atau komposisi dari reaksi. Yang artinya laju reaksi kearah perubahan substrak menjadi produk sama dengan laju reaksi sebaliknya. Reaksi katalis itu spesifik dan penting dalam proses kimia misalnya dalam proses hidrasi karbon dioksida, konduksi syaraf, kontraksi otot, degradasi nutrisi dan dan penggunaan energi.
Dalam jaringan tubuh, enzim sering nampak sebagai serum dalam sel atau kadang-kadang dalam jumlah terkecil didegradasi oleh sel atau sebagai area penyimpanan dalam sel.
Suatu enzim bekerja secara spesifik terhadap suatu reaksi. Sebagai protein, setiap enzim terdiri dari rangkaian asam amino yang spesifik yang mana rangkaian ini biasa dinamakan polipeptida. Jika enzim mengandung lebih dari satu unit polipeptida (struktur kuartener) maka mengarah kepada rangkaian antara subunit-subunit. Setiap enzim mengandung sisi aktif atau bagian aktif yang mana bagian aktif ini mengadakan hubungan atau kontak dengan substrak. Bagian allosterik merupakan rongga atau sisi lain dari bagian aktif enzim yang mungkin sebagai pengatur molekul yang demikian bisa lebih penting untuk struktur dasar enzim.
Meskipun enzim mempunyai fungsi yang sama dalam setiap tubuh tapi bentuk enzim dalam setiap tubuh individu berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor genetik atau nongenetik.
Untuk membedakan enzim dalam tubuh maka enzim diberi nama. Secara umum nama enzim disesuaikan dengan nama substraknya, dengan penambahan ‘ase’ dibelakangnya. Substrak adalah senyawa yang
bereaksi dengan bantuan enzim. IUB menggolongkan enzim kedalam enam kelas, sesuai dengan jenis reaksi yang dikatalisisnya. Golongan itu adalah:
1.Kelas Oksidoreduktase
Enzim-enzim dari kelas ini mengkatalisis oksidasi suatu substrak, sambil mereduksi yang lain pada saat yang sama. NAD dan NADH kerap kali merupakan substrak ataupun produk dari reaksi-reaksi oksidasi reduksi.
2.Kelas transferase
Enzim-enzim kelas ini bekerja dengan memindahkan suatu gugus fungsional dari suatu substrak kesubstrak yang lain. Gugus yang dipindahkan itu mungkin berupa penggal satu karbon, gugus karbohidrat, fosfat, sulfat, alkil ataupun asil.
3.Kelas hidrolase
Pada reaksi-reaksi yang dikatalisis berbagai enzim dari kelas ketiga ini, ikatan-ikatan kovalen seperti ikatan ester, eter, peptida, glikosida, anhidrida asam, ikatan karbon dengan karbon, karbon halida ataupun nitrogen dengan fosfor dipecah sambil memasukkan fragmen-fragmen dari satu molekul air ke dalam ikatan kovalen yang terbuka tadi. Enzim-enzim pencernaan kebanyakan termasuk ke dalam kelas hidrolase.
4.Kelas liase
Enzim ini mengkatalisis pemecahan dua gugus dari suatu substrak sehingga terbentuklah suatu ikatan rangkap. Reaksi seperti ini umum ditemukan dalam metabolism karbohidrat, terutama pada jalur metabolisme pentose fosfat.
5.Kelas isomerase
Enzim-enzim ini mengkatalisis perubahan dari satu isomer ke isomer lain, apakah itu isomer optic, geometric maupun posisi. Pada reaksi ini tidak ada peristiwa oksidasi maupun perubahan walaupun dalam satu atom saja sekalipun.
6.Kelas ligase
Enzim ini mengkatalsis pembentukan ikatan kovalen dengan menggunakan ATP atau senyawa lain yang kaya energy untuk proses sintesis tersebut.
Adapu faktor-faktor yang mempengaruhi kerja suatu enzim yaitu:
Konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrak tertentu, kecepatan suatu reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
Konsentrasi substrak
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrak akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrak diperbesar. Pada tahun 1913, Michaelis-Manten mengajukan suatu hipotesis bahwa dalam reaksi enzim terjadi lebih dahulu kompleks enzim-substrak yang kemudian menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali. Michaelis dan Manten berkesimpulan bahwa kecepatan reaksi tergantung pada keonsentrasi kompleks enzim substrak (ES), sebab apabila tergantung pada konsentrasi substrak (S), maka penambahan konsentrasi substrak akan menghasilkan pertambahan kecepatan reaksi yang apabila digambarkan merupakan garis lurus.
Pada suatu batas konsentrasi substrak tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrak atau telah jenuh dengan substrak. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi substrak tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrak, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar.
Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu tinggi reaksi berlangsung lebih cepat.
Disamping itu, karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun.
Kenaikan sehu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Koefisien suhu suatu reaksi diartikan sebagai kenaikan kecepatan reaksi sebagai akibat kenaikan suhu 10°C. koefisien suhu ini diberi simbol Q10 . Untuk reaksi yang menggunakan enzim, Q10 ini berkisar antara 1,1 hingga 3,0 artinya setiap kenaikan suhu 10°C, kecepatan reaksi mengalami kenaikan 1,1 hingga 3,0 kali. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum yaitu suhu yang peling tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu.
Pengaruh pH
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrak.
Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim.
Pengaruh inhibitor
Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi dinamakan inhibitor. Hambatan terhadap aktivitas enzim dalam suatu reaksi kimia ini mempunyai arti yang penting, karena hambatan tersebut juga merupakan mekanisme pengaturan reaksi-reaksi yang terjadi dalam tubuh kita.
Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor dapat berupa hambatan tidak reversible atau hambatan reversible. Hambatan tidak reversible pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversible dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing.
Hambatan bersaing disebabkan karena ada molekul yang mirip dengan substrak, yang dapat pula membentuk kompleks yaitu kompleks enzim inhibitor (EI).
Inhibitor yang menyebabkan hambatan bersaing disebut inhibitor bersaing. Inhibitor bersaing menghalangi terbentuknya kompleks enzim-substrak (ES) dengan cara membentuk kompleks enzim inhibitor (EI). Berbeda dengan kompleks ES, kompleks EI ini tidak dapat membentuk hasil reaksi (P).
Pengaruh inhibitor bersaing tidak tergantung pada konsentrasi inhibitor semata, tetapi juga pada konsentrasi substrak. Pengaruh inhibitor dapat dihilangkan dengan cara menambah substrak dalam konsentrasi besar. Pada konsentrasi substrak yang sangat besar, peluang terbentuknya kompleks ES juga semakin besar. Kecepatan reaksi maksimum (Vmaks) dapat tercapai pada konsentrasi substrak yang besar.
Kofaktor
Kofaktor merupakan suatu komponen nonprotein yang membutuhkan komponen lain untuk dapat berfungsi sebagai katalis. Kofaktor dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
1.Gugus prostetik
2.Koenzim
3.Activator
Gugus prostetik ialah kelompok kofaktor yang terikat pada enzim dan tidak mudah terlepas dari enzimnya. Koenzim adalah molekul organik kecil, tahan terhadap panas, yang mudah terdisosiasi dan dapat dipisahkan dari enzimnya dengan cara dialisis.
Enzim gamma-glutamil transferase untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Hanes dalam tahun 1950. Enzim ini juga dinamakan gamma-glutamil transpeptidase (E.C. 23.2.2.)atau disingkat GGT. Pada awal tahun 60-an gamma-glutamil transferase telah menarik perhatian klinik dan hubungan antara penyakit-penyakit tertentu dengan peningkatan kadar enzim tersebut dalam serum telah diselidiki. Beberapa tahun kemudian pemeriksaan enzim gamma-glutamil transferase serum merupakan suatu pemeriksaan rutin dalam klinik untuk memperkuat diagnosis berbagai macam penyakit. Fungsi enzim gamma-glutamil transferase ialah mengkatalisis pemindahan gugus gamma-glutamil dari suatu peptide yang mengandung gugus tersebut, misalnya glutation, kepeptida lain atau ke asam amino. Sebagai akseptor gugus gamma glutamil airpun dapat berperan, dan bila ini terjadimaka yang berlangsung adalah proses hidrolisis.
Kreatin, sesudah dikonversi menjadi fosfokreatin, menjalankan fungsinya bersama enzim Kreatin kinase di semua vertebrata dan beberapa invertebrata. Mekanisme ini mirip dengan sistem arginin/fosfoarginin bersama arginin kinase yang ada di banyak invertebrata. Sistem ini bertindak sebagai larutan penyangga (buffer) yang menjaga perbandingan ATP/ADP tetap tinggi di dalam ruang seluler di mana ATP dibutuhkan sehingga menjamin ketersediaan ATP tetap tinggi dan meminimumkan hilangnya nukleotida adenosin sehingga mencegah disfungsi seluler. Larutan penyangga fosfat berenergi tinggi itu dikenal dengan nama fosfoarginin atau fosfagen. Sebagai tambahan, kehadiran isoform kreatin kinase di situs-situs spesisifk sel menunjukkan bahwa sistem fosfokreatin/kreatin kinase juga berfungsi sebagai sistem transpor energi dari tempat di mana ATP dihasilkan (mitokondria dan proses glikolisis) menuju tempat di mana energi dibutuhkan (misalnya myobfibril untuk kontraksi otot ata retikulum sarkoplasma untuk memompa kalsium).
Menurut Lehninger (1982), enzim LDH berperan dalam glikolisis pada keadaan anaerob yang akan menghasilkan laktat. Enzim LDH juga berperan dalam glukogenolisis di otot yang selalu berakhir dengan laktat. Bila dalam keadaan aerob hasil akhir dari glikolisis adalah asam piruvat yang akan masuk ke dalam siklus asam sitrat. Laktat dehidrogenase dapat terdeteksi karena kemampuannya dalam mengkatalisis reduksi piruvat dengan adanya NADH ataupun mengkatalisis oksidasi laktat dengan adanya NAD+.
ALT diukur untuk melihat apakah hati sudah rusak atau sakit. Rendah tingkat ALT biasanya ditemukan di dalam darah. Tetapi ketika hati sudah rusak atau sakit, ia melepas ALT ke dalam darah, yang membuat tingkat ALT naik. Kebanyakan peningkatan tingkat ALT disebabkan oleh kerusakan hati. ALT tes yang sering dilakukan bersama-sama dengan tes lainnya untuk memastikan bahwa kerusakan hati, termasuk aspartate aminotransferase (AST), alkaline phosphatase, lactate dehydrogenase (LDH), dan bilirubin. Kedua ALT dan AST tingkat diandalkan untuk tes kerusakan hati.

0 komentar:

Posting Komentar