Halaman

Sabtu, 02 April 2011

..Identifikasi Asam Amino..

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya adalah hal yang penting dalam semua cabang kimia dan tidak kalah pentingnya dalam banyak bidang lain di mana teknik-teknik kimia digunakan untuk memecahkan berbagai macam masalah. Jadi, dampak dari suatu teknik pemisahan yang ampuh dan serba guna akan dirasakan oleh seluruh ilmu pengetahuan modern. Dalam kaitan ini, ketelitian kromatografi jarang sekali ditekankan. Dengan menggunakan metode kromatografi, dalam banyak kasus pemisahan dituntaskan jauh lebih cepat dan efektif daripada sebelumnya, dan banyak pemisahan-pemisahan yang tak pernah dilakukan dengan teknik-teknik lainnya telah berhasil. Terobosan yang tidak tertandingi dalam biokimia (misalnya dalam pengertian kita tentang struktur dan fungsi enzim dan protein-protein lainnya) berasal langsung dari penerapan kromatografi ke penelitian biologi.
Dewasa ini, ada empat perkembangan besar yaitu kromatografi pertukaran ion diakhir tahun 1930-an, kromatografi partisi di tahun 1941, kromatografi gas di tahun 1952 dan kromatografi filtrasi-gel di tahun 1959. Disamping berbagai kemajuan besar tersebut, yang memberikan mekanisme tambahan terhadap adsorpsi untuk penyebaran zat terlarut antara fasa-fasa diam dan bergerak, telah ada juga modifikasi dalam geometri system kromatografi, seperti dalam kromatografi kertas dan lapis tipis.
Kromatografi jenis lapis tipis menggunakan aluminium oksida, serbuk selulosa atau silika gel sebagai absorben yang berupa lapis tipis yang diletakkan diatas selembar kaca. Seperti halnya pada kromatografi kertas, larutan yang mengandung beberapa asama amino diteteskan di atas absorben dan dibiarkan bergerak. Pemisahan asam amino didasarkan perbedaan kecepatan bergerak asam-asam amino tersebut pada pH tertentu.
Pemisahan asam amino dengan metode ini didasari oleh kemampuan suatu jenis asam amino yang terlarut dalam suatu campuran pelarut tertentu pada fasa stasioner atau yang lazim disebut sebagai fasa diam, dimana bila suatu zat terlarut yang terdistribusi dalam dua pelarut dengan volume yang sama dan tidak saling bercampur sehingga perbandingan konsentrasi zat terlarut di dalam kedua pelarut seimbang.
Berdasarkan pada beberapa teori diatas dan juga dengan latar belakang kita sebagai calon analis sangat
penting untuk mengetahui bagaimana proses kromatografi itu maka pemisahan dan identifikasi asam amino sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Pengkajian itu dengan melakukan percobaan ini khususnya pada kromatografi lapis tipis.
1.2Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pemisahan dan identifikasi asam amino dalam suatu sampel dengan menggunakan metode kromatografi.
1.2.2Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu:
1.Menghitung nilai Rf dari asam amino
2.Mengidentifikasi asam amino dari larutan sampel melalui metode kromatografi lapis tipis
1.3Prinsip Percobaan
Pemisahan asam amino secara kromatografi menggunakan lapis tipis atau plat kromatografi lapis tipis yang fase gerakannya dengan menggunakan eluen yang terdiri atas campuran n-butanol, asam asetat dan air. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan setelah penyemprotan dengan ninhidrin. Dan setelah itu membandingkan nilai Rf dari asam amino.
1.4Manfaat Percobaan
Manfaat dari melakukan percobaan ini yaitu kita bisa secara langsung mengaplikasikan teori tentang kromatografi lapis tipis melalui percobaan ini dan melatih kecermatan dan ketelitian kita. Hal ini bisa dilihat pada saat penotolan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein (Anonim, 2009).
Protein yang ditemukan kadang-kadang berkonjugasi dengan makromolekul atau mikromolekul seperti lipid, polisakarida dan mungkin fosfat. Protein terkonjugasi yang dikenal antara lain nukleoprotein, fosfoprotein, metaloprotein, lipoprotein, flavoprotein dan glikoprotein. Protein yang diperlukan organisme dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama, ialah pertama; protein sederhana, yaitu protein yang apabila terhidrolisis hanya menghasilkan asam amino, dan kedua protein terkonjugasi, yaitu protein yang dalam hidrolisis tidak hanya menghasilkan asam amino, tetapi menghasilkan juga komponen organik ataupun komponen anorganik yang disebut “gugus prosthetic” (Sumarno, dkk., 2002).
Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh campuran bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun kuantitas masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan antara asam-asam amino tersebut (Poedjiadi, 1994).
Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetric, kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode yang banyak memperoleh pengembangan ialah metode kromatografi. Macam-macam kromatografi ialah kromatografi kertas, krometografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion (Poedjiadi, 1994).
Kromatografi melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan perbedaan-perbedaan tertentu yang dimiliki oleh senyawanya. Perbedaan yang dapat dimanfaatkan meliputi kelarutan dalam berbagai pelarut serta sifat polar. Kromatografi biasanya terdiri dari fase diam (fase stasioner) dan fase gerak (fase mobile). Fase gerak membawa komponen suatu campuran melalui fase diam, dan fse diam akan berikatan dengan komponen tersebut dengan afinitas yang berbeda-beda. Jenis kromatografi yang berlainan bergantung pada perbedaan jenis fase, namun semua jenis kromatografi tersebut berdasar pada asas yang sama (Bresnick, 2004).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu eluen (n-butanol : asam asetat : air: 25 : 6 : 26 v/v), larutan ninhidrin 0,1 %, larutan histidin, larutan alanin, larutan serin, larutan sampel A, plat kromatografi, aseton, akuades, tissue roll, pinsil dan isolasi.
3.2 Alat
Alat yang digunakan yaitu chamber, labu semprot, pipa kapiler 0,5 µL, filter, pipet ukur 0,2 mL; 0,5 Ml, pipet volum 1 mL, gelas ukur 25 mL, mistar, oven, gunting.
3.3 Prosedur Percobaan
Dibuat larutan eluen dengan menggunakan larutan n – butanol, asam asetat, dan air dengan perbandingan 2,5 :0,6 : 2,6 v/v. Kemudian dimasukkan eluen ke dalam chamber, dikocok sebentar, kemudian ditutup dan ditunggu sampai jenuh. Lalu dibuat base line pada plat KLT, dan membuat titik-titik pada base line yaitu histidin, alanin, serin dan sampel A serta membuat garis pada ujung atas absorben sebagai batas tanda elusi. Ditotolkan histidin pada salah satu titik base line, demikian juga untuk alanin, serin dan sampel A dengan menggunakan pipa kapiler yang sebelumya telah dicuci dengan aseton kemudian dikeringkan. Jika eluen telah jenuh, plat KLT dielusi ke dalam chamber dengan hati-hati agar base line tidak tercelup ke dalam eluen. Elusi dihentikan jika eluen menempuh jarak yang telah ditentukan sebelumnya. Dikeluarkan absorben dari chamber dan dikeringkan. Selanjutnya kromatogram disemprot dengan larutan ninhidrin, kemudian dikeringkan dalam inkubator. Setelah kering diberi tanda pada noda yang timbul pada kromatogram dengan pensil. Ditentukan nilai Rf dari masing-masing noda pada kromatogram.
Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan pemisahan dan identifikasi asam amino pada suatu larutan contoh dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis yang mana diukur juga bersama-sama dengan standar asam amino serin, alanin, histidin, dan melibatkan perhitungan nilai Rf dari masing-masing larutan yang mengandung asam amino.
Kromatografi lapis tipis (Thin Layer Chromatography, TLC) digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan untuk mengenali komponen tertentu. Teknik ini sering dilakukan dengan lempeng gelas atau plastik. Zat padat yang umum digunakan adalah alumina, gel silika dan selulosa. Fase gerak cair adalah pelarut. Campuran yang akan dianalisis diteteskan pada dasar lempengan dan pelarut akan bergerak naik.
Dan pada percobaan ini zat padat/ fase diam yang digunakan adalah silika gel karena silica gel cepat daya adsorbsinya dan fase geraknya/eluen yaitu n-butanol, asam asetat dan air. Eluen merupakan campuran yang tidak saling tercampur karena adanya perbedaan kepolaran yang digunakan untuk elusi. Dan sebagaimana n-butanol, asam asetat dan air mempunyai kepolaran yang berbeda. n- butanol merupakan eluen yang bersifat semipolar, asam asetat dan air merupakan eluen yang bersifat polar. Adapun urutan kepolarannya yaitu air > n-butanol > asam asetat.
Langkah pertama yang digunakan pada percobaan ini yaitu pembuatan eluen. Eluen terdiri dari n-butanol, asam asetat dan air yang perbandingannya 2,5 : 0,6 : 2,6 v/v. Eluen ini dimasukkan kedalam chamber lalu dikocok kemudian dijenuhkan. Tujuan penjenuhan ini yaitu untuk mempercepat proses elusi. Sementara eluen ini dijenuhkan, diukur silika gel yang akan digunakan untuk penotolan. Pengukurannya harus sesuai dengan kondisi chamber yang digunakan.
Setelah pengukuran dilakukanlah proses penotolan. Adapun penotolan yang baik yaitu hanya satu kali dilakukan penotolan dan penotolannya harus tegak lurus dengan bidang totol. Penotolan dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (0,5 μL) yang telah dibilas dengan aseton, karena sampel yang akan dianalisis hanya dibutuhkan sedikit (uji kualitatif) serta dilakukan secara hati-hati dan diusahakan noda tidak melebar di absorben Totolan dimasukkan kedalam chamber dan totolan contoh ini tidak boleh tercelup kedalam eluen. Hal ini dimaksudkan agar asam amino (alanin, histidin, serin dan sampel A) pada absorben tidak ikut larut dalam eluen yang mana bila ikut larut maka akan sulit untuk dipisahkan. Elusi dihentikan sampai eluen menempuh jarak yang telah ditentukan pada saat pengukuran yaitu dengan menandainya dengan pensil. Proses bergeraknya eluen ini yaitu dari bawah keatas sehingga dinamakan proses ascending dan ini dipengaruhi oleh gaya kapiler. Setelah itu, absorben diangkat lalu dikeringkan selama beberapa saat agar pelarut menguap sempurna sehingga penambah reaksi tidak terjadi.
Setelah absorben kering maka disemprotkanlah dengan larutan ninhidrin yang berguna sebagai pereaksi spesifik terhadap asam amino tertentu yang ditandai dengan perubahan warna timbul. Ninhidrin ialah reagen yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik dan bila bereaksi dengan asam amino, menghasilkan zat warna ungu. Ninhidrin suatu oksidator sangat kuat yang dapat menyebabkan terjadinya dekarboksilasi oksidatif asam α-amino untuk menghasilkan CO2.NH3 dan suatu aldehid dengan satu atom karbon kurang dari daripada asam amino induknya.
Setelah disemprot dengan ninhidrin kemudian dikeringkan dalam oven selama beberapa menit. Dengan proses ini asam-asam amino akan terpisah satu dengan yang lain dan setelah itu akan tampak noda-noda ungu yang membuktikan adanya asam amino yang telah terpisah. Adapun istilah komet yang sering didengar dalam proses kromatografi lapis tipis. Terbentuknya komet-komet ini disebabkan karena kesalahan dalam penotolan, perbedaan pH dan peningkatan polaritas pelarut yang mana menurunkan interaksi senyawa dengan fase diam sehingga memungkinkan senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada silika gel.
Setelah itu diukurlah jarak noda dan jarak eluen. Dari pengukuran ini maka akan diperoleh nilai Rf dari masing-masing asam amino. Nilai Rf dari alanin 0,16 cm, histidin 0,10 cm, serin 0,125 cm dan sampel A 0,14 cm. Harga Rf yaitu jarak yang telah ditempuh oleh suatu asam amino tertentu dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari garis awal hingga garis akhir. Dengan melihat nilai Rf dari sampel A diprediksikan bahwa sampel A adalah serin.
Adapun kesalahan dalam percobaan ini yaitu nilai Rf yang tidak sesuai dikarenakan pembutan eluen yang tidak tepat perbandingannya atau mungkin karena larutan yang sudah tidak murni.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini yaitu
1.Nilai Rf untuk asam amino alanin yaitu 0,16, asam amino histidin yaitu 0,10, asam amino serin yaitu 0,125.
2.Nilai Rf sampel A yaitu 0,14 yang diperkirakan mengandung serin.
5.2 Saran
Untuk asisten, datang tepat waktu agar praktikan tidak menunggu terlalu lama. Untuk laboratorium, agar alat dan bahan yang sudah rusak tidak dipakai lagi, diganti dengan yang baru agar hasil percobaan dapat akurat dan praktikum berjalan lancar.

0 komentar:

Posting Komentar